Targetberita.co.id Jakarta, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyoroti perihal perlindungan buruh migran Indonesia di Malaysia yang dinilai belum maksimal dan terstruktur dengan baik. Menurut Pigai, meskipun berbagai instrumen negara telah digunakan, belum ada langkah yang masif dan terkoordinasi untuk memastikan perlindungan hak-hak buruh migran Indonesia
. “Saat ini ada hampir empat juta orang Indonesia di Malaysia, sekitar dua juta terdokumentasi dan dua juta lebih tidak terdokumentasi,” kata Pigai di Kantornya, Jumat (31/1/2025).
Adapun pernyataan itu disampaikannya merespons jumlah laporan kasus tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan pelanggaran hak asasi yang diterima Komnas HAM dari PMI di Malaysia. Berdasarkan aduan yang diterima Komnas HAM, terdapat enam laporan selama periode Januari-Juni 2024.
Meskipun begitu, ia tidak heran apabila Malaysia menjadi negara yang paling banyak dilaporkan WNI atas kasus TPPO dan pelanggaran HAM. Menurut dia, hal itu juga disebabkan dengan kuantitas imigran Indonesia yang besar untuk memilih bekerja di sana.
“Kalau 4 juta orang Indonesia yang ada di Malaysia secara keseluruhan ya potensi kasusnya juga pasti banyak,” tutur Natalius.
Menyusul pernyataannya, Natalius mengatakan, saat ini kementerian yang ada di bawah kendalinya itu akan mengambil langkah berupa membuat nota kesepakatan melalui rapat koordinasi untuk menangani perlindungan PMI.
Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan Hak Asasi Manusia Munafrizal Manan mengatakan akan mendorong Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia (SUHAKAM) agar secara proaktif, profesional, dan independen melakukan pemantauan atas tindakan APPM. Pemantauan harus dilakukan atas dasar hak asasi untuk semua.
“Kemudian untuk efektivitas dalam hal menginvestigasi apa yang terjadi, maka kami juga menyampaikan perlu ada keterlibatan Komisi Nasional HAM Malaysia, sebagai pihak ketiga yang netral, independen, dia dalam bekerja terikat pada prinsip-prinsip standar HAM internasional,” imbuhnya.
Selain itu, pemerintah juga akan mendorong Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia berkomunikasi dan berkoordinasi dengan lembaga SUHAKAM.
Hal ini karena Komnas HAM RI dan SUHAKAM menjalin Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) di bidang hak asasi manusia.
“Karena kita perlu ada keterangan yang bersifat alternatif, tidak hanya sepihak resmi dari pihak Malaysia. Untuk jangka panjang supaya kejadian ini tidak berulang-ulang karena sudah sering kejadian, maka perlu juga untuk membahasnya di Forum HAM Nasional Asia Tenggara,” ungkapnya.
(Agus)