logo tb
BeritaHukumJakartaMetropolitanNasionalNewsTerkiniTNI / POLRI

Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Intimidasi Jurnalis oleh Pengawal Panglima TNI Tayang

150
×

Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Intimidasi Jurnalis oleh Pengawal Panglima TNI Tayang

Sebarkan artikel ini

Targetberita.co.id Jakarta, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam tindakan intimidasi dan ancaman yang dilakukan oleh personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) terhadap jurnalis Kompas.com, Adhyasta Dirgantara. Kejadian ini terjadi saat peliputan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto di Markas Besar (Mabes) Polri, Kamis (27/2/2025).

Jurnalis Diintimidasi Usai Wawancara Panglima TNI

Insiden ini bermula ketika Adhyasta dan sejumlah jurnalis lainnya melakukan doorstop interview kepada Panglima TNI yang sedang menuju mobilnya. Dalam kesempatan tersebut, Adhyasta melontarkan pertanyaan terkait dugaan penyerangan Polres Tarakan, Kalimantan Utara, oleh prajurit TNI.

“Polres Tarakan diserang tentara, Pak. Gimana itu? Dan bagaimana sinergitas TNI-Polri?” tanya Adhyasta.

Jenderal Agus menjawab pertanyaan tersebut lalu meninggalkan lokasi. Namun, dua pengawal pribadinya mendatangi Adhyasta dan melakukan intimidasi.

“Ngapain kau? Emang nggak di-briefing?” ujar salah satu pengawal, seperti terdengar dalam sebuah rekaman video yang beredar.

Pengawal lainnya bahkan melontarkan ancaman terhadap Adhyasta. “Kutandai muka kau, ku sikat kau,” ujar pengawal tersebut dalam video.

Dalam rekaman yang beredar, tampak salah satu pengawal TNI juga menghampiri Adhyasta dan memeriksa kartu identitas pers miliknya.

Koalisi Sipil Desak TNI dan Kepolisian Ambil Tindakan Menyikapi insiden ini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak Detasemen Polisi Militer (Denpom) TNI untuk segera menindak aparat yang melakukan intimidasi dan meminta kepolisian memprosesnya secara hukum.

Koalisi menilai tindakan pengawal Panglima TNI ini sebagai bentuk penghalangan kerja jurnalistik, yang bertentangan dengan Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. Oleh karena itu, mereka mengajukan empat tuntutan utama:

TNI harus menindak personel yang melakukan intimidasi terhadap jurnalis dan menegakkan disiplin serta etika militer.

Kepolisian harus menangkap pelaku intimidasi dan menjeratnya dengan Pasal 18 Ayat (1) UU Pers yang melarang penghalangan kerja jurnalistik.

Dewan Pers harus mengerahkan Satgas Anti-Kekerasan untuk memastikan kepolisian menangani kasus ini hingga tuntas.

Menegaskan bahwa jurnalis menjalankan fungsi kontrol demokrasi, sehingga segala bentuk ancaman terhadap pers melanggar hak atas informasi dan kebebasan pers.

Catatan Buruk bagi Kebebasan Pers dan Demokrasi.

Koalisi menilai bahwa kasus ini menambah daftar panjang pelanggaran aparat TNI terhadap kebebasan pers, jika tidak ditindak tegas, kejadian semacam ini dikhawatirkan akan semakin mempersempit ruang kebebasan sipil di Indonesia.

“Pembiaran terhadap tindakan seperti ini menunjukkan ketidakberpihakan negara dalam menjamin kebebasan pers dan demokrasi,” tegas pernyataan koalisi.

Koalisi yang tergabung dalam pernyataan sikap ini antara lain Imparsial, YLBHI, KontraS, Amnesty International Indonesia, AJI Jakarta, ELSAM, WALHI, ICJR, dan LBH Pers.

Insiden ini kembali menjadi alarm bagi kebebasan pers di Indonesia. Kejadian serupa diharapkan tidak terulang, dan pemerintah didesak untuk menjamin perlindungan bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya sebagai pilar keempat demokrasi.

(Agus)