Targetberita.co.id Jakarta, Kepala Pusat Penerangan TNI Brigadir Jenderal TNI Kristomei Sianturi mengatakan institusinya tidak keberatan jika kerja sama dengan Universitas Udayana (Unud) Bali di bidang pendidikan bela negara dibatalkan.
“Tidak ada masalah, kan kerja sama itu antara kedua pihak, antara rektorat dengan TNI. Kalau salah satu pihak tidak menyetujui, ya tidak jadi kerja sama namanya dong,” kata Kristomei saat ditemui di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (9/4/2025).
Sejak Rektor Universitas Udayana Prof. Ir. I Ketut Sudarsana, S.T., Ph.D., menekan kerja sama dengan Kodam IX/Udayana pada tanggal 5 Maret 2025, riak-riak perlawanan mahasiswa menggelora.
Mahasiswa UNUD menganggap kerja sama itu telah mengancam independensi dan kebebasan akademik di lingkungan kampus. Kampus Udayana Bukan Barak.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Udayana menjadi motor dalam perlawanan itu. Mereka menggerakkan seluruh civitas kampus mengadakan konsolidasi agung.
Puncaknya pada 8 April 2025, diadakanlah Sidang Akbar Mahasiswa di Auditorium Widya Sabha, Kampus Bukit Jimbaran. Dalam dialog terbuka itu 13 Fakultas yang ada di UNUD mendesak Rektor Universitas Udayana Prof. Ir. I Ketut Sudarsana, S.T., Ph.D., membatalkan perjanjian kerja sama itu.
Setelah mendengarkan aspirasi mahasiswa, akhirnya terjadi kesepakatan untuk mengusulkan pembatalan PKS antara Universitas Udayana dan Kodam IX/Udayana. Kesepakatan ini dituangkan secara tertulis dan ditandatangani langsung oleh Ketua DPM Universitas Udayana, Ketua BEM Universitas Udayana dan Rektor Universitas Udayana.
“Kampus ini milik kita bersama. Apapun yang menimbulkan keresahan, wajib kami dengarkan dan pertimbangkan dengan hati terbuka. Saya mendengar, dan saya memahami,” kata Rektor UNUD Prof. Sudarsana.
Prof. Sudarsana mengapresiasi semangat intelektual mahasiswa dalam mengawal kebijakan institusional. Dia sadar bahwa ruang akademik memang harus tetap bebas dan terbuka tanpa intervensi siapapun.
“Kampus berkomitmen untuk menjaga ruang akademik tetap aman, terbuka, dan bebas dari intervensi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebebasan berpikir dan otonomi pendidikan tinggi,” pungkasnya.
(Farid Hidayat S.Pd)