logo tb
BantenBeritaDaerahHukumLebakNasionalNewsTerkini

Kios Kebal Hukum? Pupuk Dijual Mahal, Wartawan Diblokir!

70
×

Kios Kebal Hukum? Pupuk Dijual Mahal, Wartawan Diblokir!

Sebarkan artikel ini

Targetberita.co.id Lebak – Banten, Dugaan pelanggaran harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi terjadi di sebuah kios milik Hj. Sarmedi yang berlokasi di Warung Uyum, Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak, Selasa (29/4/2025).

Ironisnya, saat hendak dikonfirmasi oleh awak media, nomor WhatsApp wartawan justru diblokir oleh pemilik kios, menimbulkan kecurigaan publik: ada apa yang ditutup-tutupi?

Pupuk jenis NPK/Phonska dan Urea dijual dengan harga mencengangkan, mencapai Rp180.000 hingga Rp210.000 per karung ukuran 50 kg, jauh melampaui HET yang telah ditetapkan pemerintah.

Padahal, dari harga resmi pun kios sudah mendapatkan margin keuntungan legal. Tapi praktik nakal ini justru menindas petani.

Saat dikonfirmasi, Tajudin, anak dari Hj. Sarmedi, mengelak:

“Bukan saya yang jual, itu punya Abah H. Sarmedi, dan saya tidak jual segitu,” kilahnya.

Namun fakta di lapangan bicara lain.Warga inisial A, asal Kampung Cibeureum, membenarkan tingginya harga:

“Saya beli 3 karung, harganya antara 180 sampai 200 ribu per karung, dari warung Kemong,” ucapnya.

Istri Kemong, pengecer yang disebut warga, mengakui menjual seharga Rp180 ribu, namun membantah menjual Rp200 ribu. Ia berdalih:

“Kami beli dari Haji Judin, harus bawa KTP dulu baru bisa nebus, dan kami pun tak bisa minta berapa-berapa ton,” jelasnya.

Sementara itu, warga lain dari kampung setempat mengungkapkan fakta lebih mengejutkan:

“Saya beli dua karung pupuk dengan harga Rp210 ribu per karung dari warung Kemong,” bebernya.

Melihat praktik ini, Rohim, aktivis dari LSM GERAHAMTARA (Gerakan Hak Asasi Manusia Nusantara) geram:

“Ini pelanggaran nyata terhadap HET! Petani jadi korban kerakusan oknum-oknum yang bermain harga. Kami akan bersurat dan mendorong audiensi dengan dinas terkait. Ini sudah keterlaluan!” tegasnya.

Sebagai informasi, menjual pupuk bersubsidi melebihi HET bukan pelanggaran biasa, tapi pidana berat. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2001, pelaku dapat dikenai hukuman penjara hingga 20 tahun, denda maksimal Rp1 miliar, serta kewajiban mengembalikan selisih harga ke petani, bahkan bisa dikenai pencabutan izin usaha.

Pupuk bersubsidi adalah hak petani, bukan ladang bisnis rakus. Jika praktik ini terus dibiarkan, maka bukan hanya petani yang tercekik, tapi juga kepercayaan publik terhadap program bantuan pemerintah akan hancur.

Pupuk Indonesia dan aparat penegak hukum harus segera turun tangan dan menindak tegas pelaku nakal di lapangan.

(Wahyu)