Targetberita.co.id Jakarta, Masalah silih berganti muncul dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Teranyar, kasus keracunan massal menimpa puluhan siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Cianjur, Jawa Barat yang mengeluhkan pusing, mual dan muntah, diduga sesudah menyantap menu sajian MBG pada Senin (21/4/2025).
Mengutip ANTARA, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, masih melakukan pendataan terkait kasus keracunan massal.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Cianjur, Frida Laila Yahya di Cianjur, Senin mengatakan, baru mendapat laporan awal sekitar 21 siswa yang mengalami keracunan, usai menyantap MBG yang disajikan dan sudah mendapat perawatan medis.
“Baru 21 orang yang dilaporkan dibawa ke rumah sakit, sehingga kami masih melakukan pendataan karena seluruh siswa menyantap hidangan MBG, pada hari ini. Informasinya seluruh siswa MAN I Cianjur ada sekitar 800 orang,” katanya.
Dia menjelaskan sebagian besar siswa yang mengeluhkan pusing, mual dan muntah, menjalani perawatan di rumah, sehingga pihaknya akan melengkapi data total siswa yang mengalami keracunan usai menyantap menu MBG.
Kasus Penundaan Pembayaran Mitra Dapur MBG
Sebelum kasus keracunan MBG di Cianjur, pekan lalu, tersiar kabar soal pembayaran mitra dapur MBG yang sempat terkendala di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kalibata, Jakarta Selatan.
Ira Mesra, seorang mitra Dapur MBG mengeklaim, belum menerima pembayaran biaya operasional sejak Februari 2025.
Dapur MBG milik Ira sempat berhenti beroperasi sejak akhir Maret 2025, karena tidak mampu lagi menutupi biaya operasional yang mencapai Rp975 juta.
“Jadi gini, nih saya pertegas ya. Jadi dari BGN (Badan Gizi Nasional), ini kan sudah jalan dua tahap. Dari BGN semua sudah membayarkan ke yayasan. Dua tahap itu. Tapi sampai sekarang, sampai kemarin malam ini dan pagi ini saya juga belum update. Tapi sampai kemarin malam, dari pihak yayasan belum memberikan kepada Ibu Ira. Nah hari ini belum ada update yang dilanjut. Tapi kan harapan saya setelah mediasi kemarin semua segera dibereskan,” kata kuasa hukum Ira, Danna Harly Putra kepada wartawan, Kamis (17/4/2025).
Dapur umum MBG di Kalibata, Jakarta.
Menurut keterangan Badan Gizi Nasional, seharusnya pembayaran dikirim oleh Yayasan Media Berkat Nusantara (MBN).
Danna menyebut, pihak yayasan berdalih ada potongan dari invoice yang menyebabkan kekurangan dana. Sehingga pembayaran ditunda.
Meski begitu, Danna menegaskan pembayaran tetap menjadi kewajiban yayasan.
KPK Sempat Sampaikan Potensi Dugaan Kecurangan MBG .Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya potensi dugaan kecurangan dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut, lembaganya mendapat laporan ada pengurangan harga per porsi makan bergizi dari Rp10.000 menjadi Rp8.000.
“Salah satunya memang saya sampaikan berdasarkan informasi, informasi ini kan belum diverifikasi, belum divalidasi, ini baru informasi. Tapi karena kegiatannya bersifat kegiatan pencegahan, maka kami sampaikan dengan harapan bahwa informasi ini bisa segera disikapi secara preventif. Jangan sampai nanti sudah terlalu banyak, sudah semakin membesar, sudah terjadi di mana-mana, malah akhirnya menjadi sesuatu yang kontra produktif,” ujar Setyo kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/3/2025).
Setyo memastikan potensi dugaan kecurangan terjadi di daerah. Oleh karena itu, KPK menyarankan agar Badan Gizi Nasional (BGN) meningkatkan pengawasan serta transparansi anggaran.
Pemerintah juga diminta memperkuat pemantauan untuk memastikan tata kelola keuangan yang lebih akuntabel.
Kilas Balik Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan program andalan dari Presiden Prabowo Subianto.
Program itu dimulai serentak di 26 provinsi pada 6 Januari 2025. Pemerintah berjanji akan terus memperluas jangkauan penerima MBG.
Awalnya, MBG ditargetkan menyasar 3 juta penerima manfaat selama Januari-Maret 2025.
Juru bicara Kantor Komunikas Kepresidenan (KKP), Dedek Prayudi menjelaskan, program ini dilaksanakan bertahap. Pada hari pertama, Senin, 6 Januari 2025, ada hampir 200 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) beroperasi.
“Bertahap yang dimaksud ini, hari ini betul 190 SPPG yang di mana itu sekitar 570 ribuan penerima manfaat dan akan terus bertambah setiap harinya. Dan ini kami rencanakan pada awal Maret sudah beroperasi sekitar 937 SPPG, yang dimana sudah ada penerima manfaat sekitar 3 juta orang penerima manfaat,” ujar Dedek kepada wartawan, Senin (6/1/2025).
Presiden Prabowo Subianto pada Senin, 10 Februari 2025, mengunjungi SDN Kedung Jaya 1 Bogor, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, untuk meninjau langsung pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG).
Jubir Kantor Komunikasi Kepresidenan, Dedek Prayudi menambahkan, masing-masing SPPG atau dapur makan bergizi memiliki sejumlah tanggung jawab, mulai dari belanja bahan baku hingga pendistribusian tiga ribu porsi.
Sasarannya ibu hamil, ibu menyusui, balita, dan anak sekolah mulai SD hingga SMA.
“MBG dibagikan dalam dua skema. Skema penjemputan makanan, dan skema diantar makanannya untuk seperti ibu hamil dan menyusui,” kata Dedek.
Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyebut, Program Makan Bergizi bakal dimulai di 932 titik pada Januari 2025. Sasarannya 82 juta anak, dan dilakukan secara bertahap.
Dalam RAPBN 2025, anggaran makan bergizi direncanakan Rp. 71 triliun.
Sorotan Indonesia Corruption Watch (ICW)
Mengutip laman antikorupsi.org, laporan Tempo sebelumnya menunjukkan potensi konflik kepentingan dalam proyek MBG.
Para penyedia makanan diduga terafiliasi dengan Presiden Prabowo Subianto. Temuan itu memperkuat dugaan masalah sebagaimana ICW ungkap sebelumnya.
ICW lebih jauh mencatat empat permasalahan MBG.
Pertama, pengelolaan anggaran yang diduga sarat kecurangan. Belakangan terungkap dugaan penggelapan dalam penyaluran anggaran MBG. Mitra dapur MBG di Kalibata, Jakarta Selatan, terpaksa tutup lantaran merugi hampir Rp. 1 miliar.
“Mereka mengaku tidak menerima biaya dari Yayasan MBN, Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Pancoran. Padahal, mitra dapur tersebut telah memasak 65.025 porsi selama Februari hingga Maret 2025,” tulis ICW.
Temuan itu menambah rentetan masalah pengelolaan anggaran.
Di Sumenep, Madura, petugas dapur MBG berhenti bekerja karena beban kerja dan besaran upah.
Laporan di beberapa lokasi juga mengungkap dugaan monopoli pembelian peralatan dapur oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
“Masalah-masalah itu sekaligus menunjukkan buruknya tata kelola dan lemahnya pengawasan dalam proyek MBG. Bukan tidak mungkin hal serupa meluas terjadi di berbagai tempat lainnya,” tulis ICW.
Kedua, penyaluran anggaran proyek MBG diduga melanggar peraturan. Anggaran MBG disalurkan melalui skema bantuan pemerintah. Itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 132/PMK.05/2021 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga.
“Mengacu pada peraturan tersebut, anggaran MBG mestinya diberikan langsung kepada penerima manfaat. Namun, anggaran tersebut justru dikirimkan ke pihak eksternal mitra BGN,” tulis ICW.
Dalam Pasal 24 Permenkeu 132/2021, disebutkan bahwa pemberian bantuan sarana/prasarana dapat diberikan dalam bentuk uang atau barang. Jika bantuan dalam bentuk uang, sesuai Pasal 25 ayat (3) Permenkeu 132/2021, maka pemberian sarana/prasarana dilakukan secara langsung dari rekening kas negara ke rekening penerima bantuan sarana/prasarana.
“Penyaluran anggaran lewat skema bantuan juga membuka celah praktik korupsi. Kasus korupsi bantuan sosial Covid-19 oleh bekas Menteri Sosial Juliari Batubara adalah contohnya. Dalam pantauan ICW, dana bantuan rawan diselewengkan. Modus terbanyak yaitu laporan fiktif dan manipulasi laporan pertanggungjawaban,” beber ICW.
Ketiga, MBG diwarnai ketimpangan layanan dan kualitas makanan yang buruk.
Ada laporan yang menunjukkan perbedaan penyediaan alat makan antar sekolah. Sebagian sekolah menerima makanan dengan wadah berbahan stainless steel yang aman dan layak pakai. Sementara, sekolah lainnya mendapatkan wadah berbahan plastik tipis dan mengandung bahan kimia berbahaya jika digunakan untuk makanan panas.
Hal ini menunjukan tidak adanya standarisasi layanan dalam pelaksanaan MBG.
“Lebih jauh, kualitas makanan yang disediakan tidak memenuhi standar gizi minimal. Itu mencakup segi kandungan protein, vitamin, maupun keragaman menu. Terdapat temuan siswa di sekolah disajikan telur rebus yang tak layak dikonsumsi. Di beberapa sekolah, siswa bahkan membuang makanan karena rasa yang tak sedap,” tulis ICW.
Keempat, proses pembentukan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang tidak transparan. Dalam memenuhi target 3000 SPPI, pendaftaran calon SPPI malah menimbulkan serangkaian masalah, seperti nama calon peserta yang secara tiba-tiba hilang setelah dinyatakan lulus, platform pendaftaran yang tidak informatif dan sering bermasalah, sampai pelaksanaan program SPPI yang sepenuhnya diintervensi oleh militer.
“Mengacu pada hal-hal di atas, Presiden Prabowo harus menunjukkan tanggung jawabnya dengan menghentikan proyek MBG,” desak ICW.
Sejumlah murid berdoa sebelum menyantap menu makan bergizi gratis di SDN 26 Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (22/4/2025).
Pemkot Kendari memberikan makanan gratis bagi 231 murid SD di wilayah itu guna mendukung program Makan Bergizi Gratis.
Mungkinkah Program MBG Dievaluasi atau Dihentikan?
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menyampaikan sejumlah pandangan dalam wawancara kepada KBR Media.
Berikut kutipan wawancara jurnalis KBR Media, Resky Novianto dengan Trubus Rahadiansyah, pada Selasa (22/4/2025)
Resky: Dasar hukum MBG salah satunya Perpres Nomor 83 Tahun 2024 soal penunjukkan Badan Gizi Nasional sebagai koordinator, namun selama ini dinilai belum jelas soal keberlanjutan dan akuntabilitas program. Menurut anda, apakah bisa program ini dihentikan terlebih dulu untuk dievaluasi? Jika menilik permasalahan yang terus muncul.
Trubus: Kalau kita mendasarkan dari kebijakannya tentu dasarnya kuat, karena itu kuat karena ada di Perpres. Jadi bukan ini tidak bisa dihentikan, tapi yang ada hanya di evaluasi sambil jalan diperbaiki tata kelolanya dan sebagainya.
Tetapi kalau dari sisi publik memang bisa saja tidak dihentikan, tetapi dirombak. Jadi selama ini kan yang mengoordinir badan gizi nasional sebagai panglima perangnya, tetapi BGN ini kan minim koordinasi mungkin diperluas koordinasinya. Jadi jangan BGN berjalan sendiri, harus ada lembaga-lembaga yang lain termasuk dengan pemerintahan daerah. Jadi di situ keterlibatan pemerintah daerah juga perlu, itu cara untuk menyiasati Perpres itu.
Tapi misal kalau yang MBG ini program kan sudah menelan anggaran yang cukup besar, artinya tahap pertama Rp. 71 triliun kemudian kalau ditambah lagi belakangan bisa lebih dari Rp100 triliun sampai November 2025.
Itu menurut saya kalau ada yang berpendapat misal dihentikan itu saya rasa hak mereka berpendapat. Tetapi kalau saya dasar kebijakan publik itu lebih kepada aspeknya dibenahi, tata kelolanya, dan pengawasannya diperketat dan evaluasinya itu yang penting adalah bagaimana persoalan transparansi dan akuntabilitas itu terwujud dengan cara BGN itu melakukan pelibatan publik yang luas dalam pelaksanaan program itu.
Resky: Apakah tidak bisa dihentikan terlebih dahulu, untuk kemudian dievaluasi ataukah memang evaluasinya mesti sambil berjalan?
Trubus: Kalau yang tepat karena sudah jalan, iya agar tidak menimbulkan citra pemerintah buruk tetap harus jalan dan evaluasinya sambil berjalan karena itu saling berjalan. Perlu dilakukan pelibatan stakeholder yang terkait.
Jadi jangan BGN sendirian, ini seolah-olah kan BGN sendirian. Bagaimana BGN itu merangkul kementerian/lembaga yang lain misalnya dengan pemerintah daerah.
Jadi perlu ada koordinasi yang solid sinergis antara BGN dengan Kementerian lembaga termasuk dalam hal ini daerah karena apa karena daerah ini kan ada dua, ada daerah tingkat provinsi dan daerah di tingkat kabupaten kota. Sementara penerima program MBG ini umumnya kan di kampung-kampung atau daerah yang dimiliki kewenangan kabupaten kota.
Resky: Jika tidak dihentikan dan pemerintah tidak kunjung membenahi program MBG, maka konsekuensi dan potensi masalah akan seperti apa ke depannya?
Trubus: Kalau tidak ada pembenahan yang signifikan atau perbaikan yang menyeluruh dari hulu ke hilir, maka tentu ini akan muncul masalah terus. Ada masalah yang sifatnya sejak awal program ini dimunculkan, misalnya mengenai kualitas makanan selera makanan, dan sebagainya.
Tetapi juga adalah masalah-masalah yang terkait dengan pelaksanaan baik mitra dapur, kemudian keterlibatan sekolah itu sendiri, dan itu harusnya dipecahkan. Bagaimana masyarakat dilibatkan, sekolah dilibatkan, jadi tidak bisa ini kemudian karena setiap daerah itu berbeda-beda sehingga pemerintah memang harus kolaborasi.
Caranya harus melibatkan kepentingan seluruh pihak, jadi sekolah yang mendapat bantuan MBG itu bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar sekolah harus dialihkan ke sana bukan sekedar anak-anak dikasih makan, tapi supaya ekonomi di sekitar sekolah itu tumbuh juga.
(Agus)