logo tb
BeritaDaerahHukumJenepontoNasionalNewsSulselTerkiniTNI / POLRI

Aktifis Makassar minta Kapolda Sulsel copot Kanit Gakkum Polres Jeneponto

125
×

Aktifis Makassar minta Kapolda Sulsel copot Kanit Gakkum Polres Jeneponto

Sebarkan artikel ini

Targetberita.co.id Jeneponto – Sulawesi Selatan, Dugaan keberpihakan oknum aparat kepolisian kembali mencuat di Jeneponto.

Kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada Minggu (27/5/2025), di Jalan Poros Jeneponto, Kecamatan Binamu, menjadi sorotan setelah muncul indikasi adanya konflik kepentingan dari Kanit Gakkum Polres Jeneponto, Ipda Abdullah.

Kecelakaan tersebut melibatkan sebuah mobil Toyota Rush yang dikemudikan S alias Dg. Andi bersama rekannya, Haris, seorang wartawan media online Sorotan Publik.

Dalam mobil tersebut juga turut serta keluarga kecil mereka, Mobil yang datang dari arah Bantaeng berniat menyalip kendaraan di depannya dengan menyalakan lampu sein kanan. Namun, dari arah berlawanan muncul sepeda motor Nmax yang dikendarai Mulyadi (21).

Menurut keterangan S, ia sempat memberikan kode lampu untuk meminta jalan, namun pengendara motor tetap melaju tanpa mengurangi kecepatan.

Demi menghindari tabrakan dengan kendaraan di kiri jalan, S memilih menghentikan kendaraannya.

Dalam kondisi berhenti, motor yang dikendarai Mulyadi justru menabrak bagian depan kanan mobil.

Haris, yang berada di samping sopir, membenarkan kronologi kejadian tersebut.

Ia bahkan langsung turun tangan mengevakuasi korban dengan menahan mobil pick up untuk membawa Mulyadi dan dua orang yang diboncengnya ke rumah sakit.

Dalam perjalanan, Haris juga menghubungi petugas rumah sakit agar penanganan korban bisa dilakukan lebih cepat.

Meski bukan pengemudi, Haris menunjukkan tanggung jawab sosial tinggi dengan mendampingi keluarga korban ke kantor polisi, membantu pengurusan laporan, serta menjembatani komunikasi dengan pihak Jasa Raharja agar biaya perawatan ditanggung pemerintah.

Namun, upaya penyelesaian secara kekeluargaan menjadi sulit ketika pihak keluarga S dan Haris mendatangi Unit Laka Lantas Polres Jeneponto.

Mereka mempertanyakan proses hukum kasus tersebut yang telah berjalan lebih dari tujuh hari tanpa kejelasan.

Saat ditemui, Kanit Gakkum Ipda Abdullah mengklaim korban memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), meskipun pihak investigasi dari Sorotan Publik telah mengantongi informasi bahwa korban belum memiliki SIM saat kejadian.

Dg. Mile, anggota tim investigasi Sorotan Publik, mengungkapkan bahwa pernyataan Kanit Gakkum terbantahkan ketika Mulyadi terlihat mondar-mandir di depan ruang Laka Lantas.

Saat dipanggil masuk, Mulyadi secara terbuka menyebut kehadirannya untuk mengurus SIM.

” Berarti Mulyadi baru mengurus SIM setelah tujuh hari pasca kejadian, tepatnya pada 5 Mei 2025 “.

Pernyataan ini memperkuat dugaan adanya pelanggaran terhadap Pasal 18 Ayat 1 UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mewajibkan setiap pengemudi memiliki SIM.

Dugaan keberpihakan Kanit Gakkum terhadap korban menimbulkan keprihatinan di kalangan aktivis setempat.

Daeng Mile selaku mantan Pengurus HMI Cabang Gowa Raya 2014 cukup cerdas membaca pergerakan komunikasi yang dilakukan oleh pihak Lantas (Kanit), diantaranya,

pengakuan secara langsung tanpa sengaja, dan Selalu mengarahkan kerumah pelapor, padahal pelapor (korban) pengendara motor sudah 2 minggu keluar dari rumah sakit dalam hal ini ada sandiwara/setting yang dilakukan setelah sampai dirumah pelapor.

Selain itu Kanit Gakkum selalu menghubungi lebih awal sebelum kerumah pelapor.

” pak Kanit Selalu mengarahkan untuk menghubungi orang yg tidak berkepentingan untuk dilakukan komunikasi, padahal itu tidak penting karena bukan mereka yang penentu kebijakan “.

Kanit Gakkum juga menahan Kendaraan karena dirinya diberitakan di media.

Oknum lantas takut (tidak memberikan) upaya Pinjam pakai kepada pemilik, dikarenakan ada oknum LSM yang menghubungi lewat Whatsap.

Banyaknya Temuan yang menyangkut keganjalan selama proses Negosiasi secara kekeluargaan, sehingga besar dugaan pihak Pelapor yang tersebar vidionya meminta nilai Rp, 50 juta rupiah juga besar dugaan (pemerasan) dan adanya oknum yang memanfaatkan kondisi dan situasi, Padahal mereka hanya luka ringan.

(Red)