Targetberita.co.id Lebak – Banten, Warga Desa Pasir nangka, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak, Banten, menumpahkan kekecewaan mereka terhadap kondisi jalan menuju SMA 2 Muncang yang kini hancur dan dipenuhi lumpur.
Bukannya memberi kemudahan, proyek pembangunan sekolah itu justru menyisakan penderitaan bagi masyarakat.
Dede Suhaedi, Ketua Ormas GPN 08 sekaligus warga setempat, dengan lantang menyebut ada dugaan pelaksana proyek yang tidak bertanggung jawab.
“Setiap hari saya lewat sini. Jalan ini sudah tidak bisa disebut jalan, tapi kubangan lumpur, persis kayak kandang kerbau. Apakah begini hasil dari proyek yang katanya untuk rakyat?” ujar Dede dengan nada tinggi.
Lebih pedas lagi, Dede menuding pihak terkait hanya mementingkan proyek tanpa memikirkan dampak ke masyarakat.
“Kalau cuma bangun gedung tapi aksesnya bikin sengsara, itu bukan pembangunan, tapi penyiksaan rakyat. Kami mendesak Pemkab Lebak dan Pemprov Banten segera turun. Jangan cuma datang ke desa waktu butuh suara, habis itu menghilang!” tegasnya.
Warga pun mulai mempertanyakan ke mana larinya anggaran proyek. Pembangunan SMA Negeri 2 Muncang tentu menelan biaya miliaran rupiah. Namun, ironisnya, jalan di sekitar lokasi justru tak tersentuh, bahkan rusak parah.
“Kalau anggaran miliaran tapi hasilnya jalan berubah jadi kubangan, publik wajar curiga. Jangan-jangan ada permainan kotor antara kontraktor dan oknum pejabat,” kata salah satu tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Kondisi jalan ini sebenarnya sudah lama dikeluhkan warga, bahkan sejak beberapa tahun terakhir. Namun, hingga kini Pemkab Lebak maupun Pemprov Banten tidak kunjung memberi solusi nyata.
Sejumlah media lokal sebelumnya juga menyoroti bahwa jalan di Pasir nangka sudah rusak sejak 2017, bahkan warga sudah berkali-kali mengajukan perbaikan, Sayang hasilnya nihil.
“Pejabat lebih suka duduk di kursi empuk, rapat di ruangan ber-AC, dan sibuk pencitraan di media sosial. Tapi untuk sekadar datang lihat penderitaan rakyat di jalan penuh lumpur, mereka pura-pura buta dan tuli,” sindir warga dengan nada getir.
Kesabaran masyarakat mulai habis. Jika dalam waktu dekat tidak ada langkah nyata dari pemerintah maupun kontraktor, warga mengancam akan turun aksi besar-besaran.
“Kami bisa kerahkan massa, menutup jalan, bahkan menghentikan aktivitas proyek kalau terus dibiarkan. Jangan salahkan warga jika akhirnya turun ke jalan, karena pemerintah jelas-jelas abai,” pungkas Dede.
Kasus jalan rusak di Desa Pasir nangka adalah potret gagalnya tata kelola proyek.
Anggaran besar digelontorkan, tetapi pengawasan lemah, kontraktor diduga asal kerja, sementara pejabat hanya sibuk mencari keuntungan politik.
Pertanyaan tajam pun muncul:
• Siapa kontraktor pelaksana proyek SMA 2 Muncang?
• Berapa nilai anggaran yang dikucurkan?
• Mengapa akses jalan vital dibiarkan rusak hingga bertahun-tahun?
Tanpa jawaban jelas, publik wajar menilai bahwa proyek ini hanyalah bancakan elite, sementara rakyat tetap berkubang di lumpur.
(Apiyudin)