logo tb
BantenBeritaDaerahHukumLebakNasionalNewsTerkini

Skandal Bansos P3KE di Lebak: Dana KPM Dipotong Rp. 100 Ribu, Oknum Pemdes Diduga Bermain

275
×

Skandal Bansos P3KE di Lebak: Dana KPM Dipotong Rp. 100 Ribu, Oknum Pemdes Diduga Bermain

Sebarkan artikel ini

Targetberita.co.id Lebak – Banten, Aroma busuk pungutan liar (pungli) kembali tercium dalam penyaluran bantuan sosial. Kali ini terjadi di Desa Wantisari, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Jumat (12/9/2025).

Program Bansos Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Ekonomi (P3KE) yang seharusnya menjadi harapan warga miskin justru dicederai oleh dugaan permainan kotor oknum aparat desa dan relawan.

Sejumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) melaporkan bahwa bantuan yang seharusnya mereka terima senilai Rp. 500 ribu, hanya cair Rp. 400 ribu. Sisanya, Rp. 100 ribu per orang, raib tanpa penjelasan yang masuk akal, hanya dibungkus alasan klasik: “biaya administrasi”.

Yang lebih miris, dugaan pungli ini berlangsung atas sepengetahuan, bahkan mungkin seizin oknum Pemdes , yang mengklaim bahwa permintaan potongan itu datang dari relawan atau pendamping bansos.

“Koordinasi saja sama pendamping, atas nama Apdar, karena mereka yang minta buat laporan administrasi. Itu juga sifatnya nggak harus, makanya banyak warga yang nggak ngasih,” ujar salah satu oknum Pemdes berinisial O saat dikonfirmasi via WhatsApp, seolah cuci tangan.

Sementara itu, Apdar, yang mengaku sebagai relawan (bukan pendamping resmi), justru blak-blakan mengakui bahwa biaya administrasi pelaporan dibebankan kepada warga penerima bansos.

“Semua bantuan dari pemerintah, APBN atau APBD, wajib dilaporkan secara administrasi. SPJ itu dibebankan ke penerima manfaat. Kami cuma bantu. Rasionalnya ya, semua biaya ditanggung penerima,” ujarnya enteng.

Apdar bahkan merinci berbagai dokumen yang harus digandakan lima rangkap: surat permohonan, tanda terima, fakta integritas, surat pernyataan, fotokopi KTP dan KK, hingga surat kuasa. Semua itu, menurutnya, dibiayai sendiri oleh rakyat miskin penerima bansos.

Tak hanya berhenti di pengakuan aparat, sejumlah warga membenarkan adanya potongan dana. Seorang warga, yang enggan disebutkan namanya, mengaku hanya menerima Rp. 400 ribu.

“Katanya buat alat-alat ngurusin administrasi, tapi bukan buat desa. Saya nggak ngerti, ya udah aja. Dapatnya dipotong seratus,” ungkapnya pasrah.

Warga lain menceritakan skema yang lebih mencurigakan: uang diambil kembali dengan alasan revisi data, lalu diminta diserahkan ke pihak tertentu.

“Disuruh bawa lagi seratus ribu, katanya buat dibenerin di komputer. Terus dikasih ke saya, buat diserahin. Nggak tau buat apa,” bebernya.

Pungli = Kejahatan

Perlu dicatat, praktik ini bukan sekadar pelanggaran moral ini kejahatan hukum.
Pasal 368 KUHP menyatakan: siapa pun yang memaksa seseorang memberikan uang atau potongan, dapat dihukum penjara hingga 9 tahun.

Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa pungli oleh aparatur negara merupakan tindak pidana korupsi.

Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Saber Pungli memberi kewenangan penuh kepada aparat untuk menindak, menangkap, dan memproses pelaku pungutan liar.

Di Mana Aparat?

Skandal semacam ini bukan hanya mencederai kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah, tetapi juga menunjukkan adanya pembiaran dan lemahnya pengawasan.

Kini, masyarakat menunggu: Apakah aparat hukum akan segera bertindak, atau justru ikut tutup mata?

(Red)