Targetberita.co.id Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023–2024. Pekan ini, lembaga anti rasuah itu mengagendakan pemeriksaan maraton terhadap sejumlah saksi dari pihak biro perjalanan haji.
“Pada pekan ini, KPK secara maraton akan memeriksa para saksi dari pihak-pihak biro perjalanan haji,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dalam keterangan yang dikutip, Selasa (23/9/2025).
Budi menjelaskan, pemeriksaan terhadap biro travel penting untuk menelusuri mekanisme penjualan kuota haji khusus. Ia menyebut praktik jual beli kuota tidak hanya terjadi antara biro dan jemaah, tetapi juga antar biro travel sendiri.
“Skema ini masih terus didalami penyidik. Jumlah penyelenggara ibadah haji khusus cukup banyak, sehingga proses penyidikan menjadi kompleks. Kita tunggu hasilnya karena penegakan hukum membutuhkan waktu,” jelasnya.
Hari ini, lima pihak biro travel dipanggil sebagai saksi dan diperiksa di Polda Jawa Timur. Mereka adalah:
1. Muhammad Rasyid, Direktur Utama PT Saudaraku
2. RBM Ali Jaelani, Bagian Operasional Haji PT Menara Suci Sejahtera
3. Siti Roobiah Zalfaa, Direktur PT Al-Andalus Nusantara Travel
4. Zainal Abidin, Direktur PT Andromeda Atria Wisata
5. Affif, Direktur PT Dzikra Az Zumar Wisata
Sebelumnya, KPK telah mengungkap adanya praktik “uang percepatan” yang diduga diminta oknum Kementerian Agama kepada agen travel haji. Skema ini menawarkan keberangkatan jemaah di tahun yang sama menggunakan kuota haji khusus tambahan, dengan biaya USD 2.400 per jemaah.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut salah satu yang ditawari skema tersebut adalah pendakwah Ustaz Khalid Basalamah, yang akhirnya bisa berangkat haji bersama jemaahnya pada tahun sama setelah membayar uang percepatan.
Meski sudah masuk tahap penyidikan dengan sprindik umum, KPK belum menetapkan tersangka dalam perkara ini. Beberapa pihak telah diperiksa, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Kasus ini berawal ketika Indonesia memperoleh tambahan 20 ribu kuota haji, yang kemudian dibagi rata 50:50 antara haji reguler dan haji khusus. Padahal, sesuai undang-undang, porsi kuota haji khusus seharusnya hanya 8 persen dari total kuota nasional.
Berdasarkan perhitungan sementara, kerugian negara akibat perubahan komposisi kuota tersebut diperkirakan mencapai lebih dari Rp. 1 triliun.
(Daniel Turangan)