logo tb
BeritaDaerahNasionalNewsRiauTerkini

Hampir Semua Perkebunan Sawit di Riau Ogah Serahkan Lahan Plasma, Pegiat LH: Padahal Sudah Kaya Raya

91
×

Hampir Semua Perkebunan Sawit di Riau Ogah Serahkan Lahan Plasma, Pegiat LH: Padahal Sudah Kaya Raya

Sebarkan artikel ini

Targetberita.co.id Riau, Fenomena di Riau, tentang perusahaan perkebunan sawit yang belum kunjung menyerahkan kebun plasma untuk masyarakat, sebenarnya bukanlah sesuatu hal yang baru.

“Bisa dikatakan, hampir semua perusahaan perkebunan sawit di Riau melakukan hal ini. Mereka enggan memberikan lahan plasma kepada masyarakat.

Padahal mereka para pemilik perusahaan itu, sudah kaya raya dengan membuka kebun sawit hingga ribuan hektar di Riau,” ujar pengamat Lingkungan Hidup Riau, Dr Elviriady, Jumat (26/9/2025).

Hal itu dilontarkannya menanggapi aksi yang dilakukan ribuan warga Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis. Di mana warga dari tiga wilayah, yakni Desa Darul Aman, Kelurahan Tanjung Kapal, dan Kelurahan Batu Panjang, menyegel akses jalan menuju perkebunan sawit milik PT Pria Tama Riau.

Aksi itu dilakukan warga karena kesal dengan perusahaan itu yang tidak juga menyerahkan lahan plasma kepada masyarakat.

“Padahal, pemberian lahan plasma kepada masyarakat itu sudah diatur dalam undang-undang dan harus dipenuhi oleh perusahaan.

Ini kewajiban, bukan pilihan. Tapi ya bisa dilihat sendiri, hampir semua perusahaan kebun sawit di Riau tampak abai saja,” ujarnya lagi.

Menurut Elviriady, kondisi ini menunjukkan bahwa kolonialisme pada sektor perkebunan di Riau sudah semakin merajalela.

Masyarakat biasa pun sudsh kesulitan untuk membangun kebun. Karena hampir di setiap kawasan di Riau, sudah berdiri ribuan hektar kebun sawit milik perusahaan.

Kondisi ini semakin diperparah dengan sikap pemerintah yang terkesan tidak pernah bersikap tegas terhadap perusahaan yang tidak mematuhi aturan tersebut. Padahal, masyarakat sudah mengajukan permintaan sesuai aturan hukum yang berlaku.

Sehingga pada satu sisi, Elviriady menilai aksi yang dilakukan masyarakat di beberapa kawasan di Riau, adalah hal yang wajar.

“Karena bila dilakukan secara baik-baik cenderung tidak akan ditanggapi. Baik oleh perusahaan maupun pemerintah. Namun sayangnya, hal ini juga seolah jadi pengakuan, kalau mau menuntut hak, masyarakat harus melakukannya dengan sedikit “keras”.

Kalau tidak demikian, perjuangan mereka tidak akan membuahkan hasil. Seolah-olah hukum baru berlaku kalau masyarakat sudah emosi,” ujarnya lagi.

Menurut Elviriady, agar polemik seperti ini tidak berulang lagi, kuncinya tetap ada pada tangan pemerintah. Khususnya bagaimana supaya aturan benar-benar diterapkan sebagaimana seharusnya.

“Pemerintah melakui Instansi terkait harus tegas dalam menegakkan peraturan yang ada. Kalau ada perusahaan yang terbukti melanggar, ya jatuhkan sanksi. Sejak dahulu, permasalahan seperti ini sering terjadi dan berulang-ulang. Lantas, untuk apa aturan hukum dibuat ?, “ tandasnya.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *