logo tb
BeritaJakartaMetropolitanNasionalNewsTerkini

HKTI: Kedelai Impor Masih Dibutuhkan untuk Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Dalam Negeri

33
×

HKTI: Kedelai Impor Masih Dibutuhkan untuk Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Dalam Negeri

Sebarkan artikel ini

Targetberita.co.id Jakarta, Indonesia masih membutuhkan kedelai impor karena produksi dalam negeri baru mampu memenuhi sekitar 10 hingga 18 persen dari total kebutuhan nasional. Impor kedelai diperlukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan, khususnya bagi industri tahu, tempe dan kecap yang menjadi bagian penting dari ekonomi rakyat Indonesia.

Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Abdul Kadir Karding menegaskan, kedelai merupakan komoditas strategis yang tidak bisa diabaikan dalam kebijakan pangan nasional.

PEMIMPIN REDAKSI TARGET BERITA

“Kedelai memang bukan termasuk sembilan bahan pokok, tetapi menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kita pernah mengalami saat kedelai langka dan harganya melonjak, perajin tahu-tempe berhenti produksi, bahkan berdampak pada pedagang gorengan,” ujar Karding, di Jakarta 1 Desember 2025

Menurut Karding, pengalaman tersebut menunjukkan pentingnya ketersediaan pasokan kedelai yang stabil dan terjangkau. Karena itu, selama produksi nasional belum mencukupi, impor kedelai masih diperlukan agar industri rakyat tetap berjalan.

“Produksi kedelai dalam negeri hanya berkisar 300–500 ribu ton per tahun, sementara kebutuhan nasional mencapai 2,8 juta hingga 3 juta ton. Artinya, sekitar 82 sampai 90 persen kebutuhan masih dipenuhi melalui impor,” ungkap Karding

Karding mengatakan, peningkatan produksi kedelai dalam negeri juga menjadi kebutuhan mendesak seiring dengan pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo.

Upaya meningkatkan produksi kedelai lokal, tambahnya, tetap harus menjadi bagian dari program swasembada pangan nasional ke depan. Ia memaparkan, dengan dukungan kebijakan yang tepat dan harga yang menguntungkan bagi petani, Indonesia berpotensi mengurangi ketergantungan pada impor secara bertahap.

“Keengganan petani menanam kedelai selama ini disebabkan oleh harga jual yang rendah dan preferensi industri terhadap kedelai impor yang dinilai lebih baik kualitasnya. Ini yang harus dicarikan solusinya bersama-sama,” jelasnya.

HKTI, lanjut Karding, siap bekerja sama dengan pemerintah untuk membenahi rantai pasok dan menciptakan insentif yang menarik bagi petani agar kembali menanam kedelai. “Kalau kita mampu meningkatkan produksi lokal secara bertahap, ketergantungan pada negara pengimpor seperti Amerika Serikat, Kanada, Brasil, atau India bisa berkurang. Swasembada kedelai bukan hal yang mustahil, tapi membutuhkan kerja sama lintas sektor,” tutup Karding.

Menurut Ketua Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo), Hidayatullah Suragala, keberadaan importir kedelai adalah untuk mendukung pemerintah mengamankan penyediaan bahan pangan.

Akindo memastikan bahwa pasokan kedelai nasional saat ini dalam kondisi aman dan mencukupi kebutuhan masyarakat, terutama para perajin tahu dan tempe.

Dukung Program MBG

Ketua Akindo itu menambahkan, hingga akhir tahun 2025 kebutuhan perajin tahu dan tempe berkisar antara 220.000 sampai 250.000 ton perbulan yang belakangan banyak diserap untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Peran importir adalah untuk mengisi gap atau celah antara tingginya kebutuhan kedelai nasional dengan ketersediaan dari dalam negeri hasil panen petani yang produksinya masih terbatas. Importir terpanggil untuk mengisi gap itu dan menjamin bahwa kebutuhan kedelai selalu tersedia,” ujarnya.

(Farid hidayat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *