logo tb
BeritaDaerahHukumKalimantan BaratNasionalNewsTerkini

Sambut KUHP Baru 2026, Kejati Kalbar Tegaskan Pidana Kerja Sosial Tak Boleh Dikomersilkan

14
×

Sambut KUHP Baru 2026, Kejati Kalbar Tegaskan Pidana Kerja Sosial Tak Boleh Dikomersilkan

Sebarkan artikel ini

Targgetberita.co.id Kalimantan Barat, Menjelang pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional pada 2 Januari 2026, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat mulai mematangkan skema penerapan pidana kerja sosial.

Investigasi korupsi Salah satu poin krusial yang ditekankan adalah larangan keras mengomersialkan terpidana yang menjalani sanksi ini.

Kepala Seksi Tindak Pidana Keamanan Negara, Ketertiban Umum, dan Tindak Pidana Umum Lainnya (Kasi Kamnegtibum & TPUL) Kejati Kalbar, Bangun Dwi Sugiartono, menjelaskan bahwa pidana kerja sosial adalah bentuk pemidanaan yang berfokus pada pemberdayaan dan pemulihan, bukan eksploitasi.

“Dia (terpidana) tidak boleh dikomersilkan. Dia diberdayakan, ada waktunya setiap jamnya sebagai hukuman pidana. Dia tidak boleh dibayar,” tegas Bangun di Pontianak, Kamis (4/12/2025).

Bangun menjelaskan, konsep ini berbeda dengan pekerja konvensional.

Pidana kerja sosial bersifat mutualisme atau saling menguntungkan dalam konteks sosial, di mana pelaku membayar kesalahannya dengan mengabdi pada masyarakat tanpa mengganggu pasar tenaga kerja yang ada.

Dalam implementasinya nanti, penempatan kerja sosial akan disesuaikan dengan profil dan keahlian masing-masing terpidana. Bangun mencontohkan, jika seorang terpidana memiliki latar belakang sebagai mekanik, ia bisa dihukum untuk mengajari masyarakat sekitar tentang permesinan atau memperbaiki fasilitas umum.

“Misal latar belakangnya mekanik, dia bisa mengajari masyarakat sekitar situ. Jadi ada transfer ilmu dan manfaat nyata,” ujarnya.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat bersama pemerintah kabupaten/kota memegang peran vital dalam menyediakan sarana dan prasarana. Selain itu, pemerintah daerah juga bertugas melakukan sosialisasi masif agar tidak terjadi penolakan (resistensi) dari warga saat narapidana tersebut dikembalikan ke lingkungan sosial.

“Peran pemerintah provinsi adalah mengurangi stigma negatif dari masyarakat. Bahwa pelaku tindak pidana yang selama ini dipenjarakan terus, sekarang dikembalikan ke masyarakat,” tambah Bangun.

Pelaksanaan, Bangun merinci bahwa durasi kerja sosial dibatasi maksimal 8 jam per hari dan bisa diangsur agar tidak mematikan mata pencaharian utama si terpidana jika ia masih bekerja. Pengawasan ketat akan dilakukan langsung oleh Jaksa.

Bangun mengingatkan bahwa waktu persiapan tinggal satu tahun lagi. Kolaborasi antara Gubernur, Kejati, hingga perangkat daerah terbawah sangat diperlukan untuk menyukseskan amanat UU Nomor 1 Tahun 2023 ini.

“Intinya kita harus dukung persiapan undang-undang ini dengan baik. Siap gak siap, kita harus siap karena 2 Januari 2026 harus berlaku,” pungkasnya.

(Red)