Jakarta, TargetBerita.co.id,- Hari kedua kerja dari rumah atau work from home (WFH) 50 persen aparatur sipil negara (ASN), kualitas udara di area Jabodetabek masih saja buruk. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun buka suara soal sumber polusi udara.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan uji coba WFH dilakukan dengan persentase kehadiran 50 persen.
Ini berlaku bagi ASN yang melakukan fungsi staf atau pendukung pada 21 Agustus–21 Oktober.
Berdasarkan data situs pemantau udara IQAir per Selasa (22/8) pukul 07.00 WIB, Jakarta masuk lima besar dengan skor 170 (kategori Tak Sehat/Unhealthy). Sementara, Tangerang Selatan (Tangsel) masih jadi jawara nasional dengan skor 196 (Unhealthy).
Peringkat dua ada Tangerang (Banten) dengan skor 175, lalu Terentang (Kalimantan Barat) dengan nilai 173. Di peringkat lima, ada Pontianak (Kalbar) dengan nilai 166, juga kategori Tak Sehat.
Dari mana sumber polusi ini?
Plt. Deputi Bidang Klimatologi di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ardhasena Sopaheluwakan pun mengungkap beberapa sumber polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.
“Buruknya kualitas udara di suatu wilayah disebabkan oleh banyak faktor seperti kendaraan bermotor hingga sektor energi seperti PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU),” kata dia dalam keterangannya kepada CNNIndonesia.com, Senin (21/8).
“Emisi yang dikeluarkan oleh PLTU memang merupakan salah satu faktor penyebab buruknya kualitas udara tapi bukan merupakan satu satunya faktor,” lanjutnya.
Ardashena menjelaskan buruknya kualitas udara di suatu wilayah merupakan akumulasi dari berbagai aktivitas manusia, seperti kendaraan bermotor hingga sektor energi seperti PLTU.
Menurutnya, berdasarkan hasil penelitian Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta 2020, sektor pembangkit listrik, termasuk PLTU, hanya memiliki pengaruh sebesar 5,7 persen (peringkat ketiga) terhadap buruknya kualitas udara di Jakarta.
“Sumber emisi transportasi masih menjadi sektor terbesar penyumbang buruknya kualitas udara di Jakarta,” ungkapnya.
Berikut sumber-sumber polusi menurut DLH DKI:
1. Transportasi (67,04 persen)
2. Industri (26,8 persen)
3. Pembangkit listrik (5,7 persen)
4. Perumahan (0,42 persen)
5. Komersial (0,02 persen)
Angin bawa polusi
Menurut pantauan Satelit TROPOMI terhadap Total Kolom NO2 (Nitrogen Dioksida), ada indikasi kontribusi pencemaran udara lintas batas dari wilayah luar Jakarta.
NO2 merupakan salah satu polutan udara yang bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil.
“Hal ini dimungkinkan karena pergerakan angin di sekitar wilayah Jakarta dari sumber emisi,” kata Ardashena.
Namun demikian, katanya, sumber emisi lokal dari sektor-sektor lain seperti transportasi dan industri, baik di dalam maupun di area sekitar Jakarta juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kondisi kualitas udara di Jakarta.
Sebelumnya, isu angin sebagai pembawa polusi sempat viral di media sosial. Fenomena atmosfer ini dituding jadi pembawa asap sejumlah PLTU di Banten ke Jakarta.
Banten sendiri memiliki banyak PLTU berbahan bakar batu bara. Berdasarkan pemetaan Walhi dan Greenpeace pada 2017, 10 PLTU berbahan bakar batu bara di Banten tercatat menyumbang polusi di Jakarta.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia juga menyebut polusi udara Jakarta imbas emisi yang dihasilkan dari PLTU batu bara.
“Sekarang di Jakarta salah satu polusi udara terjelek di dunia karena PLTU batu bara kita,” tegas Bahlil dalam Penutupan Orientasi Diponegoro Muda di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Minggu (20/8). (Red)
Sumber : CNN INDONESIA