Target Berita.co.id Dunia Kampus, Implikasi hukum pidana terhadap kebebasan berekspresi merupakan suatu isu, yang senantiasa memunculkan perdebatan dan refleksi mendalam, terkait keseimbangan antara hak individu untuk berbicara dan kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Dalam mengemukakan opini terhadap topik ini, kita harus memahami kerumitan serta konteks yang melibatkan nilai-nilai demokrasi, keamanan, dan hak asasi manusia.
Kebebasan berekspresi dianggap sebagai salah satu pilar demokrasi, memungkinkan masyarakat untuk mengemukakan ide-ide, kritik, dan opini mereka tanpa takut akan represi atau hukuman, namun, di sisi lain, hukum pidana sering digunakan sebagai instrumen untuk mengatur dan mengendalikan perilaku yang dianggap dapat merugikan masyarakat atau menimbulkan ancaman terhadap ketertiban.
Kebebasan berekspresi bukan sekadar hak konstitusional atau teori politik, tetapi juga sebuah nilai yang mengukir wajah masyarakat, dimana dalam esensi demokrasi, kebebasan ini menjadi elemen kritis yang membedakan antara rezim otoriter dan pemerintahan yang benar-benar berlandaskan kehendak rakyat.
Sebagai unsur fundamental dalam hak asasi manusia, kebebasan berekspresi menjelma menjadi katalisator pembentukan opini, kreativitas, dan perubahan sosial, dimana ketika kita menjelajahi makna filosofis kebebasan berekspresi, kita menemui konsep bahwa setiap individu memiliki hak interen untuk menyatakan pandangan, pemikiran, dan perasaannya.
John Stuart Mill, filsuf Inggris, memperkuat ide ini dengan teorinya tentang “the marketplace of ideas” yang menyatakan bahwa dalam sebuah pasar ide yang terbuka, ide yang baik akan muncul dan mengatasi ide yang buruk.
Dalam konteks ini, kebebasan berekspresi menjadi ruang publik di mana ide-ide bersaing dan diuji. Konsep ini memperkuat pandangan bahwa kebebasan berekspresi bukan hanya hak individu, tetapi juga sebuah kebutuhan masyarakat yang sehat dan berfungsional. Dengan memahami dan mengaplikasikan prinsip-prinsip yang ada, masyarakat dapat menciptakan ruang publik yang dinamis dan inklusif di mana ide-ide dapat diperdebatkan dan diuji untuk mencapai pemahaman yang lebih baik.
Oleh karena itu, pertama-tama, kita perlu menyadari bahwa hukum pidana, sebagai bagian dari sistem hukum suatu negara, seharusnya mengemban misi untuk melindungi kepentingan umum dan menjaga ketertiban.
Akan tetapi, dalam menghadapi kebebasan berekspresi, negara-negara yang berpegang pada prinsip-prinsip demokrasi harus menetapkan batasan yang jelas dan proporsional agar tidak melanggar hak asasi manusia.
Hukum pidana yang mencakup penghinaan, fitnah, atau ujaran kebencian sering kali menjadi alat yang kontroversial dalam pembatasan kebebasan berekspresi, disatu sisi, melarang perilaku atau pernyataan yang merugikan dapat melindungi martabat individu dan menjaga keamanan sosial, namun, di sisi lain, risiko penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah untuk menekan kritik atau opini yang tidak sejalan dengan kebijakan mereka dapat menghancurkan inti dari demokrasi itu sendiri.
Hate speech menjadi salah satu titik sentral dalam perdebatan ini. Meskipun dibatasi untuk mencegah ketegangan sosial dan konflik antar kelompok, definisi hate speech seringkali subyektif dan dapat disalahgunakan oleh pemerintah untuk menekan suara-suara kritis.
Negara-negara harus memastikan bahwa batasan-batasan semacam itu diatur dengan jelas dan diuji secara ketat agar tidak merugikan kebebasan berekspresi secara berlebihan, dalam konteks ini, undang-undang keamanan nasional juga seringkali menjadi sumber ketegangan.
Pada satu sisi, ancaman terhadap keamanan nasional membutuhkan tindakan yang tegas dari pemerintah untuk melindungi warganya, namun ada risiko bahwa undang-undang semacam itu dapat disalahgunakan untuk menyuarakan suara kritis atau melumpuhkan oposisi politik. Penting bagi negara untuk memastikan bahwa undang-undang keamanan nasional tidak digunakan untuk tujuan politik yang sempit, dan keberadaannya selaras dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Dalam beberapa kasus, hukum pidana juga dapat menghambat jurnalisme investigatif dan pengungkapan informasi penting. Undang-undang yang melibatkan pelanggaran privasi atau pengungkapan rahasia dapat menimbulkan ancaman terhadap kebebasan pers dan hak masyarakat untuk mengetahui informasi yang relevan. Keseimbangan antara perlindungan privasi dan hak masyarakat untuk mengetahui harus dicapai dengan hati-hati dan adil.
Self-censorship adalah dampak subyektif dari implikasi hukum pidana terhadap kebebasan berekspresi. Ketakutan akan sanksi hukum dapat mendorong individu atau media untuk menahan diri dari menyampaikan opini atau informasi kontroversial. Hal ini menciptakan lingkungan di mana kebebasan berbicara menjadi terbatas, dan masyarakat tidak lagi dapat mengakses informasi yang mungkin penting untuk perkembangan masyarakat dan peradaban.
Namun, sisi positif dari hukum pidana dalam konteks kebebasan berekspresi adalah perlindungan terhadap diskriminasi, kebencian, dan ancaman terhadap keamanan nasional. Implikasi hukum pidana dapat menciptakan panggung di mana masyarakat dapat hidup dalam harmoni, tanpa terganggu oleh ancaman eksternal atau ketidaksetaraan.
Perkembangan hukum dan standar internasional memiliki peran penting dalam membentuk bagaimana suatu negara menanggapi implikasi hukum pidana terhadap kebebasan berekspresi. Negara-negara yang mematuhi standar hak asasi manusia akan cenderung memiliki kerangka kerja hukum yang lebih progresif dan memastikan bahwa pembatasan terhadap kebebasan berekspresi sejalan dengan nilai-nilai universal.
Dalam menyimpulkan, implikasi hukum pidana terhadap kebebasan berekspresi menciptakan tantangan dan pertanyaan mendalam tentang keseimbangan antara hak individu dan kepentingan masyarakat. Pemahaman yang cermat tentang kompleksitas, ini sangat penting agar negara dapat mengembangkan hukum pidana yang adil, proporsional, dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi serta hak asasi manusia. Negara-negara perlu terus berusaha untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kebebasan berekspresi tanpa mengorbankan keamanan dan ketertiban masyarakat.
(Aminul Hayyul, Mahasiswi IAIN Pare Pare)