logo tb
BantenBeritaDaerahHukumNasionalNewsTerkiniTNI / POLRI

Oknum penyidik Polres Bandara Soekarno Hatta kembali jalanin sidang Praperadilan di PN. Tangerang

115
×

Oknum penyidik Polres Bandara Soekarno Hatta kembali jalanin sidang Praperadilan di PN. Tangerang

Sebarkan artikel ini

TargetBerita.co.id TANGERANG, Persidangan lanjutan praperadilan replik – duplik terkait dugaan kesalahan Standar Operasional Prosedur (SOP) penangkapan dan penahanan yang dilakukan Polres Bandara Soekarno-Hatta terhadap Tersangka inisial GMS alias Glann kembali dilanjutkan di PN Kota Tangerang, Kamis (7/3/2024).

Adapun agenda sidang lanjutan praperadilan dimana, pihak pemohon (GMS) menghadirkan dua (2) orang saksi dan satu (1) saksi ahli.

Arifin Nababan salah satu saksi yang hadir saat gelar perkara di Polres Bandara Soetta menerangkan, bahwa GMS mengalami kekerasan fisik selama proses penangkapan dan interogasi, selain itu GMS diduga dipaksa untuk mengakui perbuatannya atas paket kiriman 700 gram narkoba jenis ganja, terangnya.

Tumpak Ferison Hutagaol yang juga merupakan salah satu saksi yang sudah puluhan tahun berdinas di kepolisian, menegaskan apa yang dilakukan oleh pihak Polres Bandara Soetta itu merupakan kesalahan SOP dalam penegakan hukum, terutama terkait Surat Penangkapan dan Penahanan terhadap GMS yang baru diterima pihak keluarga pada hari ke-13, ucapnya.

Berdasarkan pengalamannya, selama menjadi Kapolsek dan Kanit Narkoba yang mengacu kepada PerKapolri (Perkap) dan Undang-Undang, pihak keluarga harus menerima Surat Penangkapan dan Penahanan dari pihak kepolisian terhadap seseorang yang diduga tersangka ataupun yang ditetapkan menjadi tersangka selambatnya 2×24 jam semenjak ditahan, ucapnya lagi.

Ferison menambahkan jika ada kesalahan SOP tersebut maka petugas akan mengembalikan tersangka kepada keluarga ataupun perkara diberhentikan penyelidikannya.

Adapun, saksi ahli Jamin Ginting dari Universitas Pelita Harapan memaparkan mengenai dua alat bukti yang diatur oleh putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 21/PUU-XII/2014 yang mengacu kepada Pasal 184 KUHAP.

Menurut Jamin, alat bukti yang menilai adalah pengadilan bukan penyidik. Karena, untuk memberikan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum ditetapkan sebagai tersangka dapat memberikan keterangan seimbang, tuturnya.

Selain itu Profesor Jamin Ginting, selaku Saksi Ahli dalam persidangan mengatakan, untuk menghindari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.

*Kuasa Hukum: GMS Tidak Pernah Melarikan Diri*

Sementara itu Kamaruddin Simanjuntak selaku Kuasa Hukum GMS merasa berang terhadap pertanyaan pihak termohon yang menanyakan kepada saksi Ferison Hutagaol mengenai upaya jemput paksa yang bisa dilakukan oleh pihak kepolisian jika tersangka melarikan diri.

Kamaruddin mengatakan, bahwa selama ini kliennya tidak pernah melarikan diri. Karena sejak 21 Januari 2024 dia sudah melayangkan surat ke Polres Bandara Soetta, bahwa GMS tidak akan menghadiri panggilan penyidik karena sedang menempuh proses praperadilan, ujarnya.

“Tersangka tidak akan hadir kehadapan penyidik karena sedang menempuh sidang praperadilan pasal 77 dan 21 KUHAP berdasarkan putusan mahkamah konstitusi,” ujarnya.

Kemudian Kamaruddin juga menyanggah pertanyaan termohon terhadap Saksi Ahli Jamin Ginting mengenai upaya tersangka untuk membuat Laporan Polisi (LP) jika ada petugas yang melakukan kekerasan fisik selama proses interogasi. Dijawab oleh saksi ahli, upaya yang tepat adalah melaporkan petugas tersebut ke Div Propam Polri dan Irwasidik Polri.

“Bagaimana seseorang yang disangkakan bersalah dan mengalami kekerasan fisik membuat LP, jika ditahan? Jelas keterangan saksi ahli tadi, walaupun bisa tetapi yang paling rasional adalah melaporkan ke Divisi Propam melalui kuasa hukum,” pungkas Kamaruddin Simajuntak.

(Uci Saferi SH / Imam Sahdudin S.sos)