Targetberita.co.id Tangerang, Raden Ajeng (RA) Kartini Putri dari pasangan bangsawan bernama Raden Mas (R.M.) Sosroningrat dan Mas Ajeng Ngasirah yang lahir di Kota Jepara, Jawa Tengah pada 21 April 1879, merupakan salah seorang pahlawan wanita pembela kaumnya dimasa masa penjajahan dahulu.
Daniel Turangan selaku Pemimpin Redaksi Targetberota.co.id mengatakan, pada setiap tanggal 21 April selalu terkenang akan satu nama pahlawan wanita yang berjuang untuk membela emansipasi kaum wanita, Raden Ajeng (R.A.) Kartini, Minggu (21/4/2024), tuturnya.
Perjuangan RA.Kartini dalan mengenang sejarah pahlawan emansipasi tersebut, manakala menyelamatkan para perempuan Indonesia dari masa-masa gelap penjajahan, tuturnya lagi.
Sejak tahun 1889 hingga 1904, RA. Kartini mulai aktif menulis, dirinya kerap kali menulis surat kepada tenan temannya, dimana Surat-surat balasan dari teman-temannya menceritakan betapa indahnya menjadi perempuan di dunia modern, di saat Indonesia masih berperang melawan penjajahan, menyalakan api dalam dirinya untuk terus memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan Indonesia kala itu.
Dalam salah satu suratnya, ia juga menentang budaya poligami yang saat itu masih kental dilakukan di Jawa, di mana Kartini pada saat itu dipaksa menikah oleh ayahnya dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat, yang sudah memiliki tiga istri dan tujuh orang anak, ia merasa praktik pernikahan paksa tersebut perlu dihentikan, karena perempuan seharusnya boleh menentukan pilihan hidupnya sendiri, termasuk dalam memilih pasangan hidup.
Berdasarkan buku berjudul “Kartini: the Complete Writings 1898-1904” yang diedit dan diterjemahkan oleh Joost Coste Periset Senior Ilmu Sejarah Monash University, Australia, Kartini menulis surat pertamanya kepada salah satu rekannya yang termasuk aktivis pergerakan feminisme di Belanda, Estelle (Stella) Zeehandelaar.
Kartini juga sempat menulis surat kepada Jacques Henrij (J.H) Abendanon dan Rosa Manuela Abendanon, dua pasangan suami-istri yang merupakan sahabat penanya. Pada tahun 1900 hingga 1905, J.H. Abendanon menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda (Indonesia).
Salah satu suratnya kepada J.H Abendanon berbunyi, “Tahukah Anda apa yang ada di pikiran perempuan Jawa? Mereka hidup hanya untuk menikah. Tidak peduli menjadi istri ke berapa.”
J.H Abendanon-lah yang kemudian mengumpulkan surat-surat Kartini yang sarat akan nilai-nilai emansipasi, perjuangan, dan perlawanan terhadap penjajahan dalam sebuah buku dengan judul ( diterjemahkan dalam Bahasa Melayu), “Habis Gelap Terbitlah Terang.”
Buku tersebut diterbitkan tujuh tahun setelah Kartini meninggal di usia 25 tahun pada 17 September 1904, usai melahirkan anak pertamanya, Soesalit Djojohadhiningrat.
Hari Kartini ditetapkan sebagai hari penting dalam sejarah Indonesia pada masa Presiden Soekarno, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964.
Keputusan tersebut sekaligus menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
(Red)