logo tb
BeritaHukumInternasionalJakartaMetropolitanNasionalNewsPolitikTerkini

SIDANG PLENO PHPU NOMOR 1 PHPU.PRES-XXII/2024, dan NOMOR 2/PHPU.PRES-XXII/2024, TANGGAL 22 April 2024

130
×

SIDANG PLENO PHPU NOMOR 1 PHPU.PRES-XXII/2024, dan NOMOR 2/PHPU.PRES-XXII/2024, TANGGAL 22 April 2024

Sebarkan artikel ini

Targetberita.co.id Jakarta, Akhirnya perdebatan yang sangat melelahkan dan menyita perhatian anak-anak bangsa bahkan internasional terkait sidang PHPU berakhir sudah. Apapun putusannya kita harus taat dan tunduk.

Mahkamah Konstitusi atau MK memutuskan menolak untuk seluruhnya permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 01 Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar dan 03 Ganjar Pranowo – Mahfud MD, Senin (22/4/2024)

Bunyi Amar putusan :
Mengadili
Dalam Eksepsi
– Menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait
untuk seluruhnya;

Dalam Pokok Permohonan
– Menolak permohonan pemohon untuk
seluruhnya;

Dissenting Opinion

Terdapat 3 Hakim yang mempunyai 3 pendapat berbeda, yakni Profesor (Arief Hidayat, Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih) dimana suara ketiga Hakim MK ini paling tidak menggambarkan bahwa pesta demokrasi lima tahunan (pemilu) terselenggara masih jauh dari rasa adil dan jujur.

Barangkali hal ini bisa menjadi alat koreksi ke depan bagi para penyelenggara pemilu untuk berpikir keras bagaimana cara untuk menghandari pemilu dari kecurangan.

Prof. Saldi Isra mengatakan, dirinya berkeyakinan bahwa dalil pemohon terkait dengan politisasi bansos beralasan menurut hukum,” ucap Saldi.

Saldi menabahkan dia merasa mengemban kewajiban moral untuk mengingatkan guna mengantisipasi dan mencegah terjadinya pengulangan atas keadaan serupa dalam setiap kontestasi pemilu. Apalagi dalam waktu dekat, katanya, akan dilaksanakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) secara serentak yaitu pada November 2024.

Selain itu Saidi menilai, dengan putusan ini, penggunaan anggaran negara atau daerah oleh petahana, pejabat negara, ataupun oleh kepala daerah demi memenangkan salah satu peserta pemilihan yang didukungnya dapat dimanfaatkan sebagai celah hukum dan dapat ditiru menjadi bagian dari strategi pemilihan, tuturnya.

Saldi menjelaskab, dengan menyatakan dalil a quo terbukti, maka akan menjadi pesan yang jelas dan efek kejut (detterrent effect) kepada semua calon kontestan dalam Pilkada bulan November 2024 yang akan datang untuk tidak melakukan hal serupa.

“Berdasarkan pertimbangan hukum dan fakta tersebut, pembagian bansos atau nama lainnya untuk kepentingan elektoral menjadi tidak mungkin untuk dinafikan sama sekali, jelasnya”

Arief Hidayat menyebut bahwa tak pernah ditemukan pemerintah turut campur dan cawe-cawe dalam Pemilihan Presiden atau Wakil Presiden (Pilpres). Arief menerangkan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sejak tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019 tak pernah ada presiden yang ikut campur dalam pilpres.

Arief menambahkan, pada Pemilihan Presiden-Wakil Presiden 2024, telah terjadi hiruk pikuk dan kegaduhan yang disebabkan secara terang- terangan Presiden dan aparaturnya bersikap tak netral bahkan mendukung Pasangan Calon Presiden tertentu.

“Apa yang dilakukan Presiden seolah mencoba menyuburkan spirit politik dinasti yang dibungkus oleh virus nepotisme sempit dan berpotensi mengancam tata nilai demokrasi ke depan,ucapnya”

Arief mengemukakan seharusnya MK dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perselisihan hasil pemilihan-umum Presiden/Wakil Presiden tahun 2024 tak boleh hanya sekedar berpedoman pada hukum melalui pendekatan yang formal legalistik-dogmatis, “yang hanya menghasilkan rumusan hukum yang rigid, kaku, dan bersifat prosedural melainkan perlu berhukum secara informal-nonlegalistik-ekstensif yang menghasilkan rumusan hukum yang progresif, solutif, dan substantif tatkala melihat adanya pelanggaran terhadap asas-asas pemilu yang langsung umum bebas rahasia jujur dan adil,”.Tutupnya.

Sementara itu Enny Nurbaningsih, menyebut nama Pj Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Nana Sudjana. Nana Sudjana terindikasi tidak netral dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 lalu, dalam dugaan tak netral itu juga terdapat dalam dalil dalam gugatan Sengketa Pilpres 2024 yang diajukan pasangan Capres-Cawapres nomor urut 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Anies-Muhaimin), ucapnya.

“Bahwa dalam permohonannya pemohon (Anies-Muhaimin) juga mendalilkan mengenai ketidaknetraan pejabat negara, PJ kepala daerah dan aparatur negara di provinsi Jawa Tengah dalam masa Pemilu 2024,” ujar Hakim Enny, dalam sidang perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024.

Enny menambahkan bahwa Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana terindikasi tidak netral yang terbukti dari aktivitasnya menjemput Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto saat kampanye.Pihak Anies-Muhaimin pun telah menyertakan bukti terkait hal tersebut, tambahnya.

Selain itu soal ketidaknetralan juga terindikasi dari konsolidasi ratusan kepala desa di Kabupaten Temanggung, Jateng yang disebut-sebut untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo-Gibran.

“Dilakukan di sebuah restoran di Kecamatan Parakan pada Sabtu 3 Februari 2024, dalam acara bertajuk Rapat Koordinasi Kepala Desa Kabupaten Temanggung untuk Pemenangan Prabowo-Gibran menjemput Indonesia maju,” lanjut Enny.

Seperti halnya Sadi Isra, Enny juga membahas soal pembagian bantuan sosial secara langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disebut-sebut sebagai abuse of power, hingga dalil-dalil lainnya.

Enny menyebut terhadap dalil permohonan di atas hanya beberapa laporan atau temuan yang ditindak-lanjuti oleh Bawaslu.

“Yaitu berkenaan dengan Pj Gubernur Jawa Tengah yang dianggap tidak netral, terdapat laporan terhadap Pj Gubernur Jawa Tengah Komjen Pol (Purn) Drs. Nana Sudjana yang dilaporkan karena melakukan penyambutan kepada calon presiden Prabowo Subianto dan mengenakan warna baju yang identik dengan TKN Prabowo-Gibran,” ujarnya.

Laporan soal dugaan ketaknetralan Nana Sudjana tersebut dianggap telah memenuhi syarat formal namun tidak memenuhi syarat material.

Bawaslu Provinsi Jawa Tengah pun telah melaksanakan tugas pengawasan dengan tindak lanjut berupa penelusuran terhadap dugaan pelanggaran tindakan menguntungkan yang dilakukan oleh PJ Gubernur Jawa Tengah terhadap salah satu peserta pemilu tersebut.

“Seluruh Kejadian ini menjadi perhatian publik yang sangat luas dalam penyelenggaraan pemilu 2024 yang seharusnya ditindaklanjuti oleh Bawaslu sesuai dengan tugas dan wewenangnya namun tidak terdapat bukti yang kuat Bawaslu telah melaksanakan tugas dan wewenangnya secara optimal untuk menjamin terselenggaranya Pemilu yang jujur dan adil,” ucap Enny.

Ketiga dissenting opinion diatas setidaknya mewakili aspirasi dan suara sebagian masyarakat Indonesia yang peduli dengan Pemilu yang adil dan jujur.

(Daniel Turangan / Patar Sihaloho)