Targetberita.co.id Serang – Banten, Sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Banten diduga meraup keuntungan sebesar Rp. 2.700 per liter dengan melakukan praktik kecurangan berupa pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) beroktan rendah menjadi seolah-olah setara dengan Pertamax, yang memiliki kadar oktan lebih tinggi.
Dalam kasus ini, dua orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni NS (53) selaku pengawas, dan ASW (40) yang menjabat sebagai Manajer Operasional SPBU bernomor 34.421.13.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Banten, AKBP Bronto Budiyono, menjelaskan bahwa kedua tersangka memperoleh BBM dari pihak lain seharga Rp. 10.200 per liter, kemudian menjualnya dengan harga eceran tertinggi (HET) Pertamax dari pemerintah, yakni Rp. 12.900 per liter.
“Jadi, mereka memperoleh keuntungan sebesar Rp. 2.700 untuk setiap liter BBM oplosan yang dijual,” ujar Bronto saat konferensi pers di Serang, Rabu (30/4/2025).
Namun, BBM oplosan tersebut memiliki warna yang lebih pekat dibandingkan Pertamax resmi dari PT Pertamina. Untuk menyamarkan kecurangan, para tersangka kemudian memesan 8.000 liter Pertamax dari PT Pertamina Patra Niaga dengan tujuan mencampur warna agar menyerupai Pertamax asli dan bisa kembali dijual ke konsumen.
Aksi kecurangan ini terungkap setelah sejumlah pengendara motor mengeluhkan kendaraan mereka mengalami gangguan usai mengisi BBM jenis Pertamax di SPBU Ciceri, Kota Serang.
Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan menemukan indikasi pelanggaran. Dugaan pengoplosan BBM diperkuat dengan hasil uji laboratorium dari PT Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara, yang diterima pada 5 April 2025.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa final boiling point (titik didih akhir) sampel BBM melebihi ambang batas maksimal.
“Titik didih maksimal BBM Pertamax dari Pertamina adalah 215 derajat Celsius. Sedangkan hasil uji terhadap BBM oplosan menunjukkan titik didih sebesar 218,5 derajat Celsius,” terang Bronto.
Sebagai barang bukti, polisi menyita sebanyak 28.434 liter BBM dari tangki timbun milik SPBU, yang terdiri dari 16.000 liter BBM olahan asal Jakarta yang dioplos dengan 8.000 liter Pertamax.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 55 KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal enam tahun dan denda hingga Rp. 60 miliar.
(Apiyudin)