logo tb
BeritaDaerahJawa BaratNasionalNewsPerbankanTasikmalayaTerkini

Terungkap! Bank di Tasikmalaya diduga Lakukan Maladministrasi: Cairkan Kredit Rp. 2,5 Miliar kepada Debitur Tanpa Usaha Tetap

126
×

Terungkap! Bank di Tasikmalaya diduga Lakukan Maladministrasi: Cairkan Kredit Rp. 2,5 Miliar kepada Debitur Tanpa Usaha Tetap

Sebarkan artikel ini

Targetberita.co.id Tasikmalaya – Sebuah Bank milik Negara di Tasikmalaya tengah menjadi sorotan publik setelah terungkapnya pemberian fasilitas kredit senilai Rp. 2,5 Miliar kepada seorang debitur yang tidak memiliki usaha tetap atau jaminan usaha yang sah.

Kasus ini dinilai sebagai bentuk maladministrasi dan kelalaian berat dari pihak bank.

Analisis kredit adalah prosedur wajib, kalau dilewati, risiko kredit macet sangat tinggi, serta berpotensi merugikan negara maupun industri perbankan secara keseluruhan.

Fakta ini mencuat setelah dilakukan penelusuran terhadap proses pemberian kredit yang diduga tidak memenuhi prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking principle), sebagaimana di atur dalam pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa “bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.”

Pemberian pinjaman sebesar itu kepada debitur tanpa usaha tetap bukan hanya mencederai prinsip kehati-hatian, tapi juga berpotensi kuat merupakan bentuk penyimpangan administratif, kelalaian manajemen risiko, dan kemungkinan rekayasa dokumen.

Pemberian pinjaman ini diduga melanggar ketentuan dalam pasal 8 ayat (1) Undang – Undang Nomor 10 tahun 1998 yang menyatakan bahwa “dalam memberikan kredit atau pembiayaan, bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”

Kemudian dalam pasal 19 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha wajib memberikan ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan akibat produk hukum atau jasa yang tidak sesuai.

Dugaan kasus ini memiliki kemiripan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3306K/Pdt/2009, yang menyatakan bahwa bank dapat dinyatakan bersalah secara perdata jika terbukti lalai dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, sekalipun pinjaman telah dicairkan dan gagal bayar dilakukan oleh debitur.

Dalam yurisprudensi tersebut, Mahkamah menekankan bahwa tanggung jawab bank tidak semata pada kemampuan debitur membayar, tetapi juga pada proses evaluasi dan verifikasi yang benar dan sahih sebelum kredit disalurkan.

Lembaga-lembaga pengawas, termasuk OJK dan Ombudsman RI, diminta untuk segera turun tangan dan melakukan audit investigasi menyeluruh terhadap kasus ini. Jika terbukti terjadi pelanggaran berat, maka harus dilakukan sanksi administratif kepada bank yang bersangkutan, “Jika terbukti ada pelanggaran prinsip kehati-hatian, sanksi administratif maupun tindakan hukum bisa dijatuhkan serta pencopotan pejabat bank tersebut yang terlibat dalam proses persetujuan kredit, dan langkah pidana atau perdata, jika ditemukan unsur kesengajaan atau kerja sama jahat (fraud).

Kami tidak bisa membiarkan sistem perbankan dikotori oleh praktik semacam ini. Jika bank bisa mencairkan Rp. 2,5 miliar tanpa verifikasi yang layak, maka siapa yang menjamin integritas sistem keuangan kita?

Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana kelalaian institusi keuangan dapat menimbulkan risiko sistemik dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan.

Oleh karena itu, transparansi, pengawasan, dan penegakan hukum yang tegas harus menjadi prioritas dalam menindak setiap pelanggaran.

Pihak – pihak terkait, termasuk OJK, Ombudsman dan aparat penegak hukum diharapkan segera mengambil langkah konkret dalam kasus ini, demi menjaga kredibilitas sistem keuangan dan melindungi konsumen serta integritas perbankan nasional.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *