logo tb
BeritaHukumJakartaMetropolitanNasionalNewsTerkini

JPU ungkap total suap putusan lepas kasus CPO capai Rp. 40 miliar

114
×

JPU ungkap total suap putusan lepas kasus CPO capai Rp. 40 miliar

Sebarkan artikel ini

Tagetberita.co.id Jakarta, Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) Syamsul Bahri Siregar mengungkapkan total uang yang diterima dalam kasus dugaan suap terhadap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada tahun 2023-2025 sebesar 2,5 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp. 40 miliar.

Uang suap diduga diterima oleh lima orang, yakni Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, beserta tiga hakim yang menyidangkan kasus tersebut, yakni Djuyamto sebagai Hakim Ketua serta Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin masing-masing sebagai hakim anggota.

“Uang tersebut diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi pada kasus CPO, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group,” kata JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Secara perinci, uang suap yang diterima Arif, Wahyu, serta ketiga hakim lainnya diterima sebanyak dua kali. Penerimaan pertama berupa uang tunai 500 ribu dolar AS atau senilai Rp. 8 miliar, yang diterima Arif sebesar Rp. 3,3 miliar; Wahyu Rp. 800 juta; Djuyamto Rp. 1,7 miliar; serta Agam dan Ali masing-masing Rp. 1,1 miliar.

Kemudian penerimaan kedua berupa uang tunai 2 juta dolar AS atau senilai Rp. 32 miliar, yang dibagi kepada Arif sebesar Rp. 12,4 miliar; Wahyu Rp. 1,6 miliar; Djuyamto Rp. 7,8 miliar; serta Agam dan Ali masing-masing Rp. 5,1 miliar.

JPU membeberkan kasus bermula pada Juni 2023, saat Kejagung melakukan penyidikan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada industri kelapa sawit, dengan tersangka korporasi dari Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.

Sekitar akhir bulan Januari 2024, Ariyanto menemui Wahyu di rumahnya untuk pengurusan perkara korupsi korporasi minyak goreng tersebut yang akan dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat.

Lalu, Ariyanto diduga bertanya kepada Wahyu apakah memiliki kenalan pejabat di PN Jakarta Pusat, yang dijawab Wahyu dengan mengenal Arif, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

Selanjutnya, Ariyanto meminta Wahyu untuk menanyakan perihal hakim yang akan menyidangkan perkara korupsi korporasi minyak goreng tersebut.

Menindaklanjuti permintaan Ariyanto, JPU menyebutkan Wahyu menghubungi Arif dan mendapatkan informasi bahwa rencana yang akan menyidangkan perkara korupsi korporasi minyak goreng tersebut, yakni Djuyamto, Ali, dan Agam.

Pada Mei 2024, dikatakan bahwa Ariyanto mendatangi rumah Wahyu dengan membawa uang tunai pecahan 100 dolar AS sejumlah 500 ribu dolar AS atau senilai Rp. 8 miliar dan menyerahkannya kepada Wahyu sebagai uang “baca berkas”.

“Setelah disimpan untuk pribadi, uang itu kemudian dibagikan Wahyu kepada Arif dan tiga hakim yang menyidangkan perkara korupsi CPO,” kata JPU.

Kemudian, JPU mengatakan Ariyanto pun menghubungi Marcella, yang dilanjutkan Marcella menghubungi Syafei untuk menyiapkan uang sebesar Rp. 60 miliar dalam pengurusan perkara korporasi minyak goreng untuk putusan ontslag.

Setelah Ariyanto menerima penyerahan uang senilai Rp. 60 miliar dari Syafei, Ariyanto menyerahkan uang tunai pecahan 100 dolar AS dengan jumlah total 2 juta dolar AS, yang kemudian langsung diserahkan kepada Wahyu dan dibagi-bagikan kepada Arif dan ketiga hakim.

Namun setelah dibagi, Arif berkomentar uang tersebut tidak sesuai permintaan sebesar 30 juta dolar AS, yang kemudian ditanggapi dengan Ariyanto bahwa uang tersebut sudah cukup.

Setelah rangkaian proses persidangan selesai pada 19 Maret 2025, Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara korupsi korporasi minyak goreng tersebut menjatuhkan putusan ontslag, yang telah sesuai dengan permintaan pihak terdakwa korporasi.

(Farid Hidayat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *